Archive for Desember 2014
Sejarah Perkembangan Islam Di Indonesia
SEJARAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Makalah
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia
dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulauan
Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat
Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi
para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan
Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan
penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan 7 M sering disinggahi pedagang
asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan
Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang
berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan
demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan kehadiran
para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh
wilayah Indonesia.
I.2. Rumusan Masalah
a.
Sejak kapan Islam masuk ke Indonesia?
b.
Bagaimankah
corak dan perkembangan Islam di Indonesia?
c.
Siapakah tokoh-tokoh Perkembangan Islam
Di Indonesia
I.3. Tujuan Penulisan
a.
Untuk mengetahui kapan masuknya Islam ke
Indonesia.
b.
Untuk mengetahui corak dan Perkembangan Islam di
Indonesia.
c.
Tokoh-Tokoh Dalam Perkembangan Islam Di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Masuknya Islam Ke Indonesia
Ditinjau dari sudut sejarah, agama Islam masuk ke Indonesia
melalui berbagai cara. Pada umumnya pembawa agama Islam adalah para pedagang
yang berasal dari jazirah Arab, mereka merasa berkewajiban menyiarkan agama
Islam kepada orang lain. Agama Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai,
tidak dengan kekerasan, peperangan ataupun paksaan.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang waktu dan daerah
yang mula-mula dimasuki Islam di Indonesia, di antaranya yaitu:
A.
Drs Juned Pariduri, berkesimpulan bahwa
agama Islam pertama kali masuk ke Indonesia melalui daerah Sumatra Utara
(Tapanuli) pada abad ke-7. Kesimpulan ini didasarkan pada penyelidikannya
terhadap sebuah makam Syaikh Mukaiddin di Tapanuli yang berangka tahun 48 H
(670 M).
B.
Hamka, berpendapat bahwa agama Islam
masuk ke Jawa pada abad ke-7 M(674). Hal ini didasarkan pada kisah sejarah yang
menceritakan tentang Raja Ta-Cheh yang mengirimkan utusan menghadap Ratu Sima
dan menaruh pundi-pundi berisi emas ditengah-tengah jalan dengan maksud untuk
menguji kejujuran, keamanan dan kemakmuran negeri itu. Menurut Hamka, Raja
Ta-Cheh adalah Raja Arab Islam.
C.
Zainal Arifin Abbas, berpendapat bahwa
agama Islam masuk di Sumatra Utara pada abad 7 M (648). Beliau mengatakan pada
waktu itu telah datang di Tiongkok seorang pemimpin Arab Islam yang telah
mempunyai pengikut di Sumatra Utara.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M. Pada abad ke-13 agama
Islam berkembang dengan pesat ke seluruh
Indonesia. Hal itu di tandai dengan adanya penemuan-penemuan batu nisan atau
makam yang berciri khas Islam, misalnya di Leran (dekat Gresik) terdapat sebuah
batu berisi keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah
binti Maimun pada tahun 1082 dan di Samudra Pasai terdapat makam-makam Raja
Islam, di antaranya Sultan Malik as-Shaleh yang meninggal pada tahun 676 H atau
1292 M.
Berbeda dengan pendapat di atas, dua orang sarjana barat
yaitu Prof. Gabriel Ferrand dan Prof. Paul Wheatly. Bersumber pada keterangan
para musafir dan pedagang Arab tentang Asia Tenggara, maka ke-2 sarjana
tersebut bahwa agama Islam masuk ke Indonesia sejak awal ke-8 M, langsung
dibawa oleh para pedagang dan musafir Arab.
II.2. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
A.
Masa Kesulthanan
Untuk melihat lebih jelas gambaran keislaman di kesultanan
atau kerajaan-kerajaan Islam akan di uraikan sebagai berikut.
Di daerah-daerah yang sedikit sekali di sentuh oleh
kebudayaan Hindu-Budha seperti daerah-daerah Aceh dan Minangkabau di Sumatera
dan Banten di Jawa, Agama Islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama,
sosial dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut
agama Islam itu telah menunjukkan diri dalam bentuk yang lebih murni.
Di kerajaan Banjar, dengan masuk Islamnya raja,
perkembangan Islam selanjutnya tidak begitu sulit karena raja menunjangnya
dengan fasilitas dan kemudahan-kemudahan lainnya dan hasilnya mebawa kepada
kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan Islam. Secara konkrit,
kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya mufti dan
qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang fiqih dan
tasawuf. Di kerajaan ini, telah berhasil pengkodifikasian hukum-hukum yang
sepenuhnya berorientasi pada hukum islam yang dinamakan Undang-Undang Sultan
Adam. Dalam Undang-Undang ini timbul kesan bahwa kedudukan mufti mirip dengan Mahkamah
Agung sekarang yang bertugas mengontrol dan kalau perlu berfungsi sebagai
lembaga untuk naik banding dari mahkamah biasa. Tercatat dalam sejarah Banjar,
di berlakukannya hukum bunuh bagi orang
murtad, hukum potong tangan untuk
pencuri dan mendera bagi yang kedapatan berbuat zina.
Guna memadu penyebaran agama Islam dipulau jawa, maka
dilakukan upaya agar Islam dan tradisi Jawa didamaikan satu dengan yang
lainnya, serta dibangun masjid sebagai pusat pendidikan Islam.
Dengan kelonggaran-kelonggaran tersebut, tergeraklah
petinggi dan penguasa kerajaan untuk memeluk agama Islam. Bila penguasa memeluk
agama Islam serta memasukkan syari’at Islam ke daerah kerajaannya, rakyat pun
akan masuk agama tersebut dan akan melaksanakan ajarannya. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan
yang berada di bawah kekuasaannya. Ini
seperti ketika di pimpin oleh
Sultan Agung. Ketika Sultan Agung masuk Islam, kerajaan-kerajaan yang ada di
bawah kekuasaan Mataram ikut pula masuk Islam seperti kerajaan Cirebon,
Priangan dan lain sebagainya. Lalu Sultan Agung menyesuaikan seluruh tata
laksana kerajaan dengan istilah-istilah keislaman, meskipun kadang-kadang tidak
sesuai dengan arti sebenarnya.
B.
Masa Penjajahan
Ditengah-tengah proses transformasi sosial yang relatif damai
itu, datanglah pedagang-pedagang Barat, yaitu portugis, kemudian spanyol, di
susul Belanda dan Inggris. Tujuannya adalah menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam
Indonesia di sepanjang pesisir kepulauan Nusantara ini.
Pada mulanya mereka datang ke Indonesia hanya untuk
menjalinkan hubungan dagang karena Indonesia kaya akan rempah-rempah, tetapi
kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut dan menjadi tuan bagi
bangsa Indonesia.
Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi
menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintah Hindia-Belanda lebih
berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah Islam di Indonesia karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di Negeri Arab, Jawa dan Aceh.
Lalu ia mengemukakan gagasannya yang di kenal dengan politik Islam di
Indonesia. Dengan politik itu ia membagi masalah Islam dalam tiga kategori,
yaitu:
1.
Bidang agama murni atau ibadah;
2.
Bidang sosial kemasyarakatan; dan
3.
Politik.
Terhadap bidang agama murni, pemerintah kolonial memberikan
kemerdekaan kepada umat Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang
tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
Dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah memanfaatkan adat
kebiasaan yang berlaku sehingga pada waktu itu dicetuskanlah teori untuk
membatasi keberlakuan hukum Islam, yakni teori reseptie yang maksudnya hukum
Islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan alat kebiasaan.
Oleh karena itu, terjadi kemandekan hukum Islam.
Sedangkan dalam bidang politik, pemerintah melarang keras
orang Islam membahas hukum Islam baik dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang
menerangkan tentang politik kenegaraan atau ketatanegaraan.
C.
Gerakan dan organisasi Islam
Akibat dari “resep
politik Islam”-nya Snouck Hurgronye itu, menjelang permulaan abad xx umat Islam
Indonesia yang jumlahnya semakin bertambah menghadapi tiga tayangan dari
pemerintah Hindia Belanda, yaitu: politik devide etimpera, politik penindasan
dengan kekerasan dan politik menjinakan melalui asosiasi.
Namun, ajaran Islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk
dapat dijinakkan begitu saja. Dengan pengalaman tersebut, orang Islam bangkit
dengan menggunakan taktik baru, bukan dengan perlawanan fisik tetapi dengan
membangun organisasi. Oleh karena itu, masa terakhir kekuasaan Belanda di
Indonesiadi tandai dengan tumbuhnya kesadaran berpolitik bagi bangsa Indonesia,
sebagai hasil perubahan-perubahan sosial dan ekonomi, dampak dari pendidikan
Barat, serta gagasan-gagasan aliran pembaruan Islam di Mesir.
Akibat dari situasi ini, timbullah perkumpulan-perkumpulan
politik baru dan muncullah pemikir-pemikir politik yang sadar diri. Karena
persatuan dalam syarikat Islam itu berdasarkan ideologi Islam, yakni hanya
orang Indonesia yang beragama Islamlah yang dapat di terima dalam organisasi
tersebut, para pejabat dan pemerintahan
(pangreh praja) ditolak dari keanggotaan itu.
Persaingan antara partai-partai politik itu mengakibatkan
putusnya hubungan antara pemimpin Islam, yaitu santri dan para pengikut tradisi
Jawa dan abangan. Di kalangan santri sendiri, dengan lahirnya gerakan pembaruan
Islam dari Mesir yang mengompromikan rasionalisme Barat dengan fundamentalisme
Islam, telah menimbulkan perpecahan sehingga sejak itu dikalangan kaum muslimin
terdapat dua kubu: para cendekiawan Muslimin berpendidikan Barat, dan para
kiayi serta Ulama tradisional.
Selama pendudukan jepang, pihak Jepang rupanya lebih
memihak kepada kaum muslimin dari pada golongan nasionalis karena mereka
berusaha menggunakan agama untuk tujuan perang mereka. Ada tiga perantara
politik berikut ini yang merupakan hasil bentukan pemerintah Jepang yang
menguntungkan kaum muslimin, yaitu:
1.
Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang
menggantikan Kantor Urusan Pribumi zaman Belanda.
2.
Masyumi, yakni singkatan dari Majelis
Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang dibubarkan pada bulan oktober
1943.
3.
Hizbullah, (Partai Allah dan Angkatan
Allah), semacam organisasi militer untuk pemuda-pemuda Muslimin yang dipimpin
oleh Zainul Arifin.
II.3. Tokoh-Tokoh Dalam
Perkembangan Islam Di Indonesia
Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat
dilepas dari peran aktif para ulama. Melalui merekalah Islam dapat diterima
dengan baik dikalangan masyarakat. Di antara Ulama tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Hamzah Fansuri
Ia hidup pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
sekitar tahun 1590. Pengembaraan intelektualnya tidak hanya di Fansur-Aceh,
tetapi juga ke India, Persia, Mekkah dan Madinah. Dalam pengembaraan itu ia
sempat mempelajari ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, dan sastra Arab.
b.
Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari
Beliau lahir di Moncong Loe, Gowa, Sulawesi Selatan pada
tanggal 3 Juli 1626 M/1037 H. Ia memperoleh pengetahuan Islam dari banyak guru,
di antaranya yaitu; Sayid Ba Alwi bin Abdullah Al-‘allaham (orang Arab yang
menetap di Bontoala), Syaikh Nuruddin Ar-Raniri (Aceh), Muhammad bin Wajih
As-Sa’di Al-Yamani (Yaman), Ayub bin Ahmad bin Ayub Ad-Dimisqi Al-Khalwati (Damaskus),
dan lain sebagainya.
c.
Syaikh Abdussamad Al-Palimbani
Ia merupakan salah seorang ulama terkenal yang berasal dari
Sumatra Selatan. Ayahnya adalah seorang Sayid dari San’a, Yaman. Ia dikirim
ayahnya ke Timur Tengah untuk belajar. Di antara ulama sezaman yang sempat
bertemu dengan beliau adalah; Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab
Bugis, Abdurrahman Bugis Al-Batawi dan Daud Al-Tatani.
d.
Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi
Al-Bantani
Beliau lahir di Tanar, Serang, Banten. Sejak kecil ia dan
kedua saudaranya, Tamim dan Ahmad, di didik oleh ayahnya dalam bidang agama;
ilmu nahwu, fiqh dan tafsir. Selain itu ia juga belajar dari Haji Sabal, ulama
terkenal saat itu, dan dari Raden Haji Yusuf di Purwakarta Jawa Barat. Kemudian
ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menetap disana kurang lebih
tiga tahun. Di Mekkah ia belajar Sayid Abmad bi Sayid Abdurrahman An-Nawawi,
Sayid Ahmad Dimyati dan Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Sedangkan di Madinah ia
berguru kepada Syaikh Muhammad Khatib Sambas Al-Hambali. Selain itu ia juga
mempunyai guru utama dari Mesir.
Pada tahun 1833 beliau kembali ke Banten. Dengan bekal
pengetahuan agamanya ia banyak terlibat proses belajar mengajar dengan para
pemuda di wilayahnya yang tertarik denga kepandaiannya.. tetapi ternyata beliau
tidak betah tinggal di kampung halamannya. Karena itu pada tahun 1855 ia
berangkat ke Haramain dan menetap disana hingga beliau wafat pada tahun 1897
M/1314 H.
e.
Wali Songo
Dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di
pulau Jawa terdapat sembilan orang ulama yang memiliki peran sangat besar.
Mereka dikenal dengan sebutan wali songo.
Para wali ini umumnya tinggal di pantai utara Jawa sejak
dari abad ke-15 hingga pertengahan abad ke-16. Para wali menyebarkan Islam di
Jawa di tiga wilayah penting, yaitu; Surabaya, Gresik dan Lamongan (Jawa
Timur), Demak, Kudus dan Muria (Jawa Tengah), serta di Cirebon Jawa Barat. Wali
Songo adalah para ulama yang menjadi pembaru masyarakat pada masanya. Mereka
mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru seperti, kesehatan, bercocok tanam,
niaga, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Adapun wali-wali tersebut yaitu; Maulana Malik Ibrahim,
Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan
Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria.
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dari pembahasan
diatas dapat kami simpulkan sebagai berikut:
a. Perkembangan Islam di Indonesia adalah berkat peran para
pedagang dari Jazirah Arabia melalui jalan perdagangan, dakwah dan perkawinan.
b. Para ulama awal yang menyebarkan Islam di Indonesia di
antaranya yaitu; Hamzah Fansuri, Syaikh Muhammad Yusuf Al-Makasari, Syaikh
Abdussamad Al-Palimbani, Syaikh Muhammad bin Umar n-Nawawi Al-Bantani dan wali
songo (Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan
Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).
III.2. Kritik dan Saran
Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga
pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan
kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam
tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima kasih.
Yang Sering Dilihat !
-
LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945 HASIL AMANDEMEN Susunan lembaga-lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia telah...
-
KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat meny...
-
PROGRAM PENGOLAH KATA DAN ANGKA 1. MICROSOFT WORD ( Program Pengolah Kata ) Sebagaimana yang kita ketahui, MS WORD diperguna...
-
PENDAHULUAN Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan...
-
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu dalam konsep sosiologi, individu lebih cenderung pada subyek yang melakukan sesuatu, subj...