Posted by : Unknown Senin, 24 November 2014

PENDAHULUAN
Keberadaan hukum internasional dalam tata pergaulan internasional sesungguhnya merupakan konsekuensi dari adanya hubungan internasional yang telah dipraktikkan oleh negara-negara selama ini. Hubungan internasional yang merupakan hubungan antarnegara, pada dasarnya adalah “hubungan hukum”. Ini berarti hubungan internasional telah melahirkan hak dan kewajiban antarsubjek hukum (negara) yang saling berhubungan baik dalam bentuk hubungan bilateral, regional maupun multirateral.
Hukum internasional mutlak diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran tata pergaulan internasional. Hukum internasional menjadi pedoman dalam menciptakan suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Hukum internasional bertujuan untuk mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antara subjek-subjek hukum internasional.
Perkembangan dunia global yang sudah melintasi batas-batas wilayah territorial negara lain sangat membutuhkan aturan yang jelas dan tegas. Aturan tersebut bertujuan agar tercipta suasana kerukunan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Kerja sama dalam hubungan antarbangsa memerlukan aturan hukum yang bersifat internasional. Sumber hukum internasional yang berupa perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan sebagainya, mempunyai peranan penting dalam mengatur masalah-masalah bersama yang dihadapi subjek-subjek hukum internasional.
Istilah lain untuk hukum internasional adalah “hukum bangsa-bangsa”. Munculnya sengketa-sengketa internasional yang banyak terjadi lebih sering disebabkan oleh ulah segelintir negara (terutama yang memiliki kekuatan tertentu) yang mengabaikan aturan-aturan internasional yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, dihormati atau tidaknya hukum internasional sangat tergantung pada komitmen setiap negara dalam memandang dan menghargai bangsa atau negara-negara lain. Dan tidak kalah pentingnya adalah peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Keamanan yang bertugas memelihara perdamaian dan keamanan internasional di atas kepentingan negara-negara tertentu. Karena sampai dengan sekarang masalah-masalah sengketa interasional masih sulit untuk diselesaikan melalui Pengadilan Internasional manakala sudah melibatkan negara-negara adikuasa.
PEMBAHASAN
Sejarah Terbentuknya Peradilan Internasional
Pada permulaan abad XX, Liga Bangsa-Bangsa mendorong masyarakat internasional untuk membentuk suatu badan peradilan yang bersifat permanent, yaitu mulai dari komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa. Pasal 14 Liga Bangsa-Bangsa menugaskan Dewan untuk menyiapkan sebuah institusi Mahkamah Permanen Internasional.
Namun, walaupun didirikan oleh Liga Bangsa-Bangsa, Mahkamah Permanen Internasional, bukanlah organ dari Organisasi Internasional tersebut. Hingga pada tahun 1945, setelah berakhirnya Perang Dunia II, maka negara-negara di dunia mengadakan konferensi di San Fransisco untuk membentuk Mahkamah Internasional yang baru. Di San Fransisco inilah, kemudian dirumuskan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Statuta Mahkamah Internasional.
Menurut Pasal 92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disebutkan bahwa Mahkamah Internasional merupakan organ hukum utama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun sesungguhnya, pendirian Mahkamah Internasional yang baru ini, pada dasarnya hanyalah merupakan kelanjutan dari Mahkamah Internasional yang lama, karena banyak nomor-nomor dan pasal-pasal yang tidak mengalami perubahan secara signifikan
Secara umum, Mahkamah Internasional mempunyai kewenangan untuk:
1. Melaksanakan “Contentious Jurisdiction”, yaitu yurisdiksi atas perkara biasa, yang didasarkan pada persetujuan para pihak yang bersengketa
2.  Memberikan “Advisory Opinion”, yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasehat. Advisory Opinion tidaklah memiliki sifat mengikat bagi yang meminta, namun biasanya diberlakukan sebagai “Compulsory Ruling”, yaitu keputusan wajib yang mempunyai kuasa persuasi kuat (BurhanTsani,1990;217).
Sedangkan, menurut Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara, adalah:
1. Perjanjian internasional (International Conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus
2. Kebiasaan internasional (International Custom)
3. Prinsip-prinsip hukum umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab
4. Keputusan pengadilan (Judicial Decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara, namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional. Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya parapihak).
Kata sistem dalam kaitannya dengan peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk satu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional.
Komponen-komponen tersebut terdiri dari Mahkamah Internasional (The International Court of Justice), Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal Court), dan Panel Khusus dan Spesialis Pidana Internasional (The International Criminal Tribunals and Special Court).
            Komponen-komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.      Mahkamah Internasional (The International Court of Justice)
Mahkamah Internasional adalah organ utama Lembaga Kehakiman PBB, yang berkedudukan di Den Haag Belanda. Didirikan pada tahun 1945 berdasarkan piagam PBB. Mahkamah ini mulai berfungsi sejak tahun 1946 sebagai pengganti Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice). Mahkamah Internasional bertugas menyelesaikan perselisihan internasional dari negara-negara anggota PBB, sebab semua anggota PBB adalah Ipsofacto dari PBB. Sedangkan pada ayat 2 menyatakan bahwa “Negara yang bukan anggota PBB boleh menjadi peserta dari Piagam Mahkamah Internasional sesuai Syarat-syarat yang ditetapkan oleh majelis Umum atas anjuran Dewan Keamanan”.
a.      Syarat-syarat untuk menjadi Hakim Internasional
1.      Mempunyai Reputasi yang baik dan terhormat
2.      Mempunyai Ilmu Pengetahuan yang luas di bidang hukum Internasional
b.      Komposisi Mahkamah Internasional
Pasal 9 Statuta Mahkamah Internasional, komposisinya terdiri dari 15 hakim. 2 hakim diantaranya merangkap sebagai Ketua dan Wakil Ketua. Dengan masa jabatannya adalah 9 tahun. Ke 15 hakim tersebut direkrut dari warga negara anggota yang dinilai cakap di bidang internasional. Dari daftar calon ini, Majelis Umum dan Dewan Keamanan secara independen melakukan pemungutan suara untuk memilih anggota Mahkamah. Para calon yang memperoleh suara terbanyak, terpilih menjadi hakim Mahkamah Internasional. Biasanya 5 hakim Mahkamah Internasional berasal dari negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China dan Rusia).
Selain 15 hakim tetap, Pasal 32 Statuta Mahkamah Internasional memungkinkan dibentuknya hakim Ad Hoc terdiri dari 2 hakim yang diusulkan oleh negara yang bersengketa. Kedua hakim Ad Hoc bersama-sama dengan ke 15 hakim tetap memeriksa dan memutuskan perkara yang disidangkan.
Sejak dibentuk pada tahun 1945, Mahkamah Internasional telah menangani kurang lebih 100 kasus internasional, baik yang bersifat sengketa antara 2 pihak (Contentious) maupun yang bersifat nasehat (Advisory).
c.       Fungsi Utama Mahkamah Internasional
Fungsi utama Mahkamah Internasional adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan internasional yang subyeknya adalah negara. Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional menyatakan bahwa yang boleh beracara di Mahkamah Internasional hanyalah subyek hukum Negara. Dalam hal ini ada tiga kategori negara, yaitu :
1.)    Negara anggota PBB
2.)    Negara bukan anggota PBB yang menjadi anggota Statuta Mahkamah Internasional
3.)    Negara bukan anggota Statuta Mahkamah Internasional
d.      Yurisdiksi Mahkamah Internasional
Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Internasional yang bersumber pada hukum internasional, untuk menentukan dan menegakkan sebuah aturan hukum Yurisdiksi ini meliputi kewenangan untuk :
1.)    Memutuskan perkara-perkara pertikaian (Contentious Case)
2.)    Memberikan opini-opini yang bersifat nasehat (Advisory Opinion)
Yurisdiksi menjadi dasar Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional. Para pihak yang akan beracara di Mahkamah Internasional harus menerima Yuridiksi Mahkamah Internasional. Ada beberapa kemungkinan cara penerimaan tersebut, yaitu dalam bentuk :
1.)    Perjanjian Khusus
2.)    Penundukan diri dalam Perjanjian Internasional
3.)    Pernyataan Penundukan diri negara peserta Statuta Mahkamah Internasional
4.)    Keputusan Mahkamah Internasional mengenai yurisdiksinya
5.)    Penafsiran putusan
6.)    Perbaikan putusan
2.      Mahkamah Pidana Internasional (The International Criminal Court, ICC)
Mahkamah Pidana Internasional atau  International Criminal Court, merupakan Mahkamah Pidana Internasional yang berdiri permanen berdasarkan traktat multirateral. Mahkamah Pidana Internasional bertujuan untuk mewujudkan supremasi hukum internasional dan memastikan bahwa pelaku kejahatan berat internasional dipidana. Mahkamah Pidana Internasional disyahkan pada tanggal 1Juli 2002 dan dibentuk berdasarkan Statuta Roma yang lahir terlebih dahulu pada tanggal 17 Juli 1998. Tiga tahun kemudian, tepatnya 1 Juli 2005 Statuta Mahkamah Pidana Internasional telah diterima dan diratifikasi oleh 99 negara. Sama seperti Mahkamah Internasional, Mahkamah Pidana Internasional berkedudukan di Den Haag Belanda.
a.      Komposisi Mahkamah Pidana Internasional
Mahkamah Pidana Internasional terdiri dari 18 orang hakim yang bertugas selama 9 tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan 2/3 suara majelis negara pihak, yang terdiri atas negara-negara yang telah meratifikasi statute ini (Pasal 36 ayat 6 dan 9). Paling tidak separuh dari mereka kompeten di bidang hukum internasional dan hukum HAM internasional (Pasal 36 ayat 5)
Dalam memilih para hakim, negara pihak (Negara Peserta atau Anggota) harus memperhitungkan perlunya perwakilan berdasarkan prinsip-prinsip sistem hukum di dunia, keseimbangan geografis, dan keseimbanga gender (Pasal 36 ayat 8). Para hakim akan disebut dalam tiga bagian yaitu pra peradilan, peradilan, dan peradilan banding (Pasal 39).
b.      Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional
Yurisdiksi atau kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Pidana Internasional untuk menegakkan aturan hukum internasional adalah memutus perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga negara yang telah  meratifikasi Statuta Mahkamah.
Pasal 5-8 Statuta Mahkamah menentukan 4 jenis kejahatan berat, yaitu sebagai berikut :
1.)    Kejahatan Genosida (The Crime of Genocide), yaitu tindakan jahat yang berupaya memusnahkan keseluruhan atau sebagian dari suatu bangsa, etnik, ras, ataupun kelompok keagamaan tertentu.
2.)    Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Crimes Against Humanity), yaitu tindakan penyerangan yang luas atau sistematis terhadap populasi penduduk sipil tertentu.
3.)    Kejahatan Perang (War Crimes), yaitu :
a.)    Tindakan berkenaan dengan kejahatan perang, khususnya apabila dilakukan sebagai bagian dari suatu rencana atau kebijakan atau sebagai bagian dari suatu  pelaksanaan secara besar-besaran dari kejahatan tersebut.
b.)    Semua tindakan terhadap manusia atau hak miliknya yang bertentangan dengan Konvensi Genewa (misalnya pembunuhan berencana, penyiksaan, eksperimen biologis, menghancurkan harta benda)
c.)    Kejahatan serius yang melanggar hukum konflik bersenjata internasional (misalnya menyerang objek-objek sipil, bukan objek militer, membombardir secara membabi buta suatu desa atau penghuni bangunan-bangunan tertentu yang bukan objek militer).
4.)    Kejahatan Agresi (The Crimes of Agression), yaitu tindakan kejahatan yang berkaitan dengan ancaman terhadap perdamaian.
3.      Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional (The International Criminal Tribunals and Special Court, ICT dan SC)
Panel Khusus dan Spesial Pidana Internasional adalah lembaga peradilan internasional yang berwenang mengadili para tersangka kejahatan berat internasional yang bersifat tidak permanen (Ad Hoc), artinya setelah selesai mengadili, peradilan ini dibubarkan.
Dasar pembentukan dan komposisi penuntut maupun hakim Ad Hoc ditentukan berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB. Sedangkan yurisdiksinya menyangkut tindakan kejahatan perang dan genosida tanpa melihat apakah negara dari si pelaku tersebut sudah meratifiksi Statuta International Criminal Court atau belum. Hal ini berbeda dengan International Criminal Court yang yurisdiksinya didasarkan pada kepesertaan negara dalam traktat multirateral tersebut.
Perbedaan antara PKPI dan PSPI terletak pada komposisi penuntut dan hakim Ad Hocnya. Pada PSPI, komposisi penuntut dan hakim Ad Hocnya merupakan gabungan antara peradilan nasional dan internasional, sedangkan pada PKPI komposisinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ketentuan peradilan internasional.
Contoh-contoh PKPI dan PSPI diantaranya :
a.       Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (International Criminal Tribunal for Farmer Yugoslavia, ICTY), dibentuk pada tahun 1993.
Melalui Resolusi Dewan Keamanan Nomor 827, tanggal 25 Mei 1993, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia, yang bertempat di Den Haag, Belanda. Tugas Mahkamah ini adalah untuk mengadili orang-orang yang bertanggungjawab atas pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang terjadi di negara bekas Yugoslavia. Semenjak Mahkamah ini dibentuk, sudah 84 orang yang dituduh melakukan pelanggaran berat dan 20 diantaranya telah ditahan.Pada tanggal 27 Mei 1999, tuduhan juga dikeluarkan terhadap pemimpin-pemimpin terkenal, seperti Slobodan Milosevic (Presiden Republik Federal Yugoslavia), Milan Milutinovic (Presiden Serbia), yang dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan melanggar hukum perang.(Mauna, 2003; 264)
b.      Mahkamah Kriminal untuk Rwanda (International Criminal Tribunal for Rwanda, ICTR), dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB pada tahun 1994.
Mahkamah ini bertempat di Arusha, Tanzania dan didirikan berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 955, tanggal 08 November 1994, tugas Mahkamah ini adalah untuk meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan pembunuhan massal sekitar 800.000 orang Rwanda, terutama dari suku Tutsi. Mahkamah mulai menjatuhkan hukuman pada tahun 1998 terhadap Jean-Paul Akayesu, mantan Walikota Taba, dan juga Clement Kayishema dan Obed Ruzindana yang telah dituduh melakukan pemusnahan ras (genosida) . Mahkamah mengungkap bahwa bahwa pembunuhan massal tersebut mempunyai tujuan khusus, yaitu pemusnahan orang-orang Tutsi, sebagai sebuah kelompok suku, pada tahun 1994.
Walaupun tugas dari Mahkamah Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan Mahkamah Kriminal untuk Rwanda belum selesai, namun Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah menyiapkan pembentukan mahkamah- untuk Kamboja untuk mengadili para penjahat perang di zaman pemerintahan Pol Pot dan Khmer Merah, antara tahun 1975 sampai dengan 1979 yang telah membunuh sekitar1.700.000orang. Jika diperkirakan bahwa tugas Mahkamah Peradilan Yugoslavia dan Rwanda telah menyelesaikan tugas mereka, maka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengeluarkan resolusi untuk membubarkan kedua Mahkamah tersebut, yang sebagaimana diketahui memiliki sifat ad hoc (sementara). (Mauna, 2003; 265).
c.       Special Court for Sierra Leone (SCSL).
d.      Special Court for Sierra Cambodia (SCC).
e.       Special Court for East Timor (SCET).
f.       Special Court for Iraq (SCI), Toward a Trial for Saddam Hussein and Other Top Baath Leaders.
Perlu diketahui, Dewan Keamanan PBB pernah didesak untuk membentuk International Criminal Tribunal for East Timor (ICTET). Hanya saja peradilan tersebut urung didirikan karena keberatan dari Indonesia. Sebagai kompromi, dibentuklah Special Court for East Timor (SCET), selain itu Indonesia membentuk Peradilan HAM lewat UU No. 26 / 2000.
PENUTUP
  1.     Kesimpulan
Jadi, hubungan internasional merupakan aturan-aturan yang telah di ciptakan bersama negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara. Peradilan Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu organ perlengkapan PBB. Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti materil dan formal. Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan sumber hukum formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem hukum dan peradilan internasional itu sangat diperlukan oleh suatu negara untuk tetap mempertahankan eksistensi dan kemakmuran suatu negara.
  1.   Saran
Seharusnya kita dapat menghargai dan ikut mengerti tentang masalah sengketa internasional dengan cara memenuhi dan mematuhi kewajiban perjanjian internasional.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Yang Sering Dilihat !

Designed by Tips'N'TricK -